Rabu, 02 Oktober 2013

Segalanya


Malam ini kembali ku buka lagi laptop biru ku yang ku sayang ini, mulai kutekan dan ku usapmesra tiap-tiap tombol nya yang bertuliskan huruf-huruf abjad yang sangat ku kenal sedari Taman Kanank-kanank yang lalu, saat aku berkenalan dengan mereka. Fasih jari-jari ku membelai mereka, aku tak pernah bosan bermesra-mesraan selalu bersama sebuah alat berbentuk persegi panjang yang dingin dan kenyal di bagian tengahnya ini. Aku berharap malam ini ada lintasan peristiwa yang tak lupa ku taburkan di bintik-bintik hitam layar laptop ku yang nampak genit memandangiku, dalam Ms Word yang paling setia terhadapku ini.
Sore tadi ku coba mengingat sekilas masa dan jejak hari ku, ku buka perlahan dompet lama ku, hadiah ultah ku dulu dari Papah ku tersayang. Perlahan ku buka bilik demi bilik, aku tahu ini bukan hal istimewa yang harus di pamerkan disini, namun aku merasa bangga, lama tak kubuka dan ku sapa bilik-bilik menawan itu. Banyak sisa hari ku yang ku simpan manis disana, mulai dari kartu Osis SMP dan SMA dulu, kartu Perpustakaan jaman-jaman SMP dan SMA ku dulu, kartu Mahasiswa, kartu Perpustakaan, kartu kredit, kartu Member, SIM dan STNK juga tiba-tiba mata ku tertanam melihat lembaran kertas poto yang bergambarkan sesuatu hal teristimewa yang benar ku kenal.

Perlahan ku perhatikan tiap detail nya, poto berukuran 4X6 ini menyita perhatian ku begitu saja, aku tersenyum lebar dan bangga melihat nya. 2 dimensi yang istimewa memang, poto ini bercerita tentang raut wajah seorang laki-laki yang amat lekat tinggal di hati juga benak ku. Dia seorang yang gagah, tampan dan pemberani, Ia selalu saja luang kan waktu nya untuk ku, hanya aku. Aku merasa damai melihatnya dalam suguhan 2 dimensi yang anggun itu, Ia mengenakan seragam putih dan sepatu coklat tua juga senyum simpul yang selalu aku rindukan itu. Dia lah pahlawan juga belahan jiwa ku , Ia sama sekali tak dapat tergantikan, sosok nya yang lembut berambut tipis keriting, hitam manis dan amat ku sayang. Dia lah Papah ku, Papah yang hebat. Dia selalu mengenaliku, Dia memahami ku, bahkan sebodoh appun anak nya ini, Ia selalu banggakan aku, hatinya mengembang berbinar hebat  jika menceritakan anak satu-satunya yang sangat nakal ini.
Tiba-tiba butir air memaksa dan mendesak turun melalui sudut mata ku, aku ingat betul bagaimana istimewa nya Ia, Papah ku yang meneguhkan hati ku, memberi ku semangat dan memahami apa yang ku rasakan. Perih sekali membuat ku terharu pilu, aku selalu minta ini itu kepada nya, aku selalu bercerita tentang apapun kepada nya, bahkan disaat aku harus berpisah dari sekian waktu yang biasa ku lewati dengan nya guna melanjut kan pembelajaran ku, awal asa ku di perguruan tinggi. Pagi itu, begitu kecewanya aku, mendengar berita dari salah seorang teman ku , Ia mengatakan aku tidak lulus UTS dalam makul yang sebenar nya memang sulit ku pahami.
Ku ambil ponsel ku, ku cari nama Papah ku dan ku coba menelepon nya, aku tahu aku paham Ia selalu sibuk, jarang di rumah mengingat pekerjaan nya yang selalu berhubungan dengan nyawa orang lain. Dan saat Ia meng angkat telepon ku, aku menangis sejadi-jadinya, ku sampaikan maaf ku pada nya kepada Mama pula.
‘’ Pah, Mah, maaf, Nana ndak Lulus UTS di makul yang *****, Nana dapat nilai 4,6 Paaahh ...?????’’ suasana menjadi hening, air mata ku seakan benar-benar berlari ekstafet  terjun menruni bukit pipi ku yang tembam ini.
‘’ sudah sayang, ndak usah menangis, tetap lah bersemangat, ini baru awal sayang, masih banyak hal lagi yang sebenar nya belum kamu pahami dan yang harus kamu lewati, papa percaya kamu bisa, apapun dan bagaimana pun itu. Papah ndak pernah nuntut kamu harus jadi nomber one, papah hanya mau kamu selesaikan program belajarmu itu tepat waktu, karena yang utama itu tidak harus yang nomor 1. Ingat itu.’’ Aku ingat sekali tiap percikan kata yang terucap saat itu, meski ku tahu Papah masih tertidur nyenyak sebelum ku ganggu Ia dengan bising suara telepon ku. “papah Cuma punya kamu dan mamah mu dek, tenang dan selesaikan perlahan. Semua baik-baik saja kok.’’ Papah terdiam, dan aku , aku hanya membalas bait-bait kata indah itu dengan tangisan yang seakan esok hari aku sudah tak dapat menangis lagi. Tak ku hentikan tangis ku sampai sapaan suara lembut membuyar kan konsentrasi ku untuk ber teriak.
‘’de.....jangan nangis, udah gede nggak boleh cengeng gitu, masak masalah begini kamu g bisa nyelesein, kamu kan selalu bisa de, jangan patah semangat gini yah, Mama sayang kamu dee.’’ Ya Allah, itu suara Mama ku begitu nyaman di hati. Aku tak dapat berkata-kata apapun, aku merasa malu kepada beliau-beliau.
‘’nana juga sayang Mama.’’ Suara ku lirih bahkan hampir tak terdengar , lalu ku tutup telepon ku dan ku buka pintu kamar ku, mulai ku berjalan menuju kamar mandi di sebrang kamar kos ku. Aku mandi ber lama-lama di kamar mandi membuat hati ku sedikit tenang , kepalaku sedikit mendingin setelah beberapa gayung menumpahkan air nya di atas kepala ku. Ku coba raba lintasan kesan yang terjadi beberapa menit yang lalu. betapa berharga nya aku mendapatkan orang tua yang sehebat itu.
Aku merasa tenang dan damai, mulai ku buka pintu kamar mandi, ku hela nafas panjang dan ku susuri 2 kamar teman ku lalu aku masuk menutup pintu, jendela, dan korden kamar kemudian berlanjut untuk tidur.
4 hari yang menyedihkan berlalu bersama mereka nilai ku yang benar masih kurang  memenuhi syarat kelulusan, teman-teman satu kos ku yang senantiasa meluangkan waktunya untuk menemaniku belajar lebih di hari-hari remidiasi ku. Papah ku juga selalu hadir kok, di tiap jam nya menelepon hanya untuk menanyakan kabar ku, sedang apa aku dan sudahkah akun makan atau sudah shalat dan sebagainya. Di tiap menit nya mamah selalu saja memberi semangat dan perhatiannya untuk mengirimi ku sms. Aku merasa tersanjung akan hal itu, berdosa sekali jika kesempatan ke 2 (remidi) ku sia-sia kan begitu saja, aku berusaha untuk belajar lebih keras lagi.
Setelah-setelahnya aku berharap aku bertemu Papa Mama ku dengan sambutan senyum yang indah , aku mendapatkan itu kok. Aku dapat semua yang aku ingin, betapa beruntung nya aku namun di dalam hati ku bersorak lantang menyeru bahwa aku adalah yang termalang di dunia ini, ohh sungguh tidak bersyuur nya aku. Aku punya semua nya, orang tua yang selalu flexibel terhadap semua masalahku kendalalu dan lain sebagai nya, aku punya teman-teman yang lebih dari kodrat nya mereka sebagai teman, aku punya Nurul ‘Aini Latifah , Tri Wijayanti, Jati Tri Susilowati, Erisa Raninditya, Melisa Pamungkasari , juga teman-teman 1 kelas ku di ruang kelas D-III Fisioterapi Extensi yang kini ku diami beberapa waktu dalam sehari. Mereka selalu memberi support atas apa yang ku lalui hari-hari itu.
Masih tetap dalam posisi awal saat aku mengingat semua kejadian manis itu, sesak sumpalan yang ada di benakku memudar bergelinding dan hampir saja hilang. Aku sadar bahwa tidak akan ada hal yang istimewa jika tiada Beliau Tuhan ku. Ku coba letakkan tegap foto Papa Mama ku di sampul depan buku catatan ku. Aku merasa tenang melihat gambaran mereka dalam cetakan print si 2 dimensi ini, aku tersenyum simpul dan ku kecup gambaran ‘’sii Ganteng dan sii manis itu’’. Sampai detik dimana aku sudah semakin kesuliatan untuk membaca tulisan yang ada di layar laptop ku ini, semua itu begitu indah yang menyakitkan. Inii akhir cerita ku di malam dingin sepi yang benar-benar nanar terpampang di hadap ku kini.
Aku beranjak mengambil hand phone dan menyalakan 1,2 buah lagu. Aku berhenti di malam ini.
‘’christina putri damayanti’’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar