Malam ini kembali ku buka lagi laptop biru ku yang ku sayang
ini, mulai kutekan dan ku usapmesra tiap-tiap tombol nya yang bertuliskan
huruf-huruf abjad yang sangat ku kenal sedari Taman Kanank-kanank yang lalu,
saat aku berkenalan dengan mereka. Fasih jari-jari ku membelai mereka, aku tak
pernah bosan bermesra-mesraan selalu bersama sebuah alat berbentuk persegi
panjang yang dingin dan kenyal di bagian tengahnya ini. Aku berharap malam ini
ada lintasan peristiwa yang tak lupa ku taburkan di bintik-bintik hitam layar
laptop ku yang nampak genit memandangiku, dalam Ms Word yang paling setia
terhadapku ini.
Sore tadi ku coba mengingat sekilas masa dan jejak hari ku,
ku buka perlahan dompet lama ku, hadiah ultah ku dulu dari Papah ku tersayang.
Perlahan ku buka bilik demi bilik, aku tahu ini bukan hal istimewa yang harus
di pamerkan disini, namun aku merasa bangga, lama tak kubuka dan ku sapa
bilik-bilik menawan itu. Banyak sisa hari ku yang ku simpan manis disana, mulai
dari kartu Osis SMP dan SMA dulu, kartu Perpustakaan jaman-jaman SMP dan SMA ku
dulu, kartu Mahasiswa, kartu Perpustakaan, kartu kredit, kartu Member, SIM dan
STNK juga tiba-tiba mata ku tertanam melihat lembaran kertas poto yang
bergambarkan sesuatu hal teristimewa yang benar ku kenal.
Perlahan ku perhatikan tiap detail nya, poto berukuran 4X6
ini menyita perhatian ku begitu saja, aku tersenyum lebar dan bangga melihat
nya. 2 dimensi yang istimewa memang, poto ini bercerita tentang raut wajah
seorang laki-laki yang amat lekat tinggal di hati juga benak ku. Dia seorang
yang gagah, tampan dan pemberani, Ia selalu saja luang kan waktu nya untuk ku,
hanya aku. Aku merasa damai melihatnya dalam suguhan 2 dimensi yang anggun itu,
Ia mengenakan seragam putih dan sepatu coklat tua juga senyum simpul yang
selalu aku rindukan itu. Dia lah pahlawan juga belahan jiwa ku , Ia sama sekali
tak dapat tergantikan, sosok nya yang lembut berambut tipis keriting, hitam
manis dan amat ku sayang. Dia lah Papah ku, Papah yang hebat. Dia selalu
mengenaliku, Dia memahami ku, bahkan sebodoh appun anak nya ini, Ia selalu
banggakan aku, hatinya mengembang berbinar hebat jika menceritakan anak satu-satunya yang
sangat nakal ini.
Tiba-tiba butir air memaksa dan mendesak turun melalui sudut
mata ku, aku ingat betul bagaimana istimewa nya Ia, Papah ku yang meneguhkan
hati ku, memberi ku semangat dan memahami apa yang ku rasakan. Perih sekali
membuat ku terharu pilu, aku selalu minta ini itu kepada nya, aku selalu
bercerita tentang apapun kepada nya, bahkan disaat aku harus berpisah dari
sekian waktu yang biasa ku lewati dengan nya guna melanjut kan pembelajaran ku,
awal asa ku di perguruan tinggi. Pagi itu, begitu kecewanya aku, mendengar
berita dari salah seorang teman ku , Ia mengatakan aku tidak lulus UTS dalam
makul yang sebenar nya memang sulit ku pahami.
Ku ambil ponsel ku, ku cari nama Papah ku dan ku coba
menelepon nya, aku tahu aku paham Ia selalu sibuk, jarang di rumah mengingat
pekerjaan nya yang selalu berhubungan dengan nyawa orang lain. Dan saat Ia meng
angkat telepon ku, aku menangis sejadi-jadinya, ku sampaikan maaf ku pada nya
kepada Mama pula.
‘’ Pah, Mah, maaf,
Nana ndak Lulus UTS di makul yang *****, Nana dapat nilai 4,6 Paaahh ...?????’’
suasana menjadi hening, air mata ku seakan benar-benar berlari ekstafet terjun menruni bukit pipi ku yang tembam ini.
‘’ sudah sayang, ndak
usah menangis, tetap lah bersemangat, ini baru awal sayang, masih banyak hal
lagi yang sebenar nya belum kamu pahami dan yang harus kamu lewati, papa percaya
kamu bisa, apapun dan bagaimana pun itu. Papah ndak pernah nuntut kamu harus
jadi nomber one, papah hanya mau kamu selesaikan program belajarmu itu tepat
waktu, karena yang utama itu tidak harus yang nomor 1. Ingat itu.’’ Aku
ingat sekali tiap percikan kata yang terucap saat itu, meski ku tahu Papah
masih tertidur nyenyak sebelum ku ganggu Ia dengan bising suara telepon ku. “papah Cuma punya kamu dan mamah mu dek,
tenang dan selesaikan perlahan. Semua baik-baik saja kok.’’ Papah terdiam,
dan aku , aku hanya membalas bait-bait kata indah itu dengan tangisan yang
seakan esok hari aku sudah tak dapat menangis lagi. Tak ku hentikan tangis ku
sampai sapaan suara lembut membuyar kan konsentrasi ku untuk ber teriak.
‘’de.....jangan
nangis, udah gede nggak boleh cengeng gitu, masak masalah begini kamu g bisa
nyelesein, kamu kan selalu bisa de, jangan patah semangat gini yah, Mama sayang
kamu dee.’’ Ya Allah, itu suara Mama ku begitu nyaman di hati. Aku tak
dapat berkata-kata apapun, aku merasa malu kepada beliau-beliau.
‘’nana juga sayang
Mama.’’ Suara ku lirih bahkan hampir tak terdengar , lalu ku tutup telepon
ku dan ku buka pintu kamar ku, mulai ku berjalan menuju kamar mandi di sebrang
kamar kos ku. Aku mandi ber lama-lama di kamar mandi membuat hati ku sedikit
tenang , kepalaku sedikit mendingin setelah beberapa gayung menumpahkan air nya
di atas kepala ku. Ku coba raba lintasan kesan yang terjadi beberapa menit yang
lalu. betapa berharga nya aku mendapatkan orang tua yang sehebat itu.
Aku merasa tenang dan damai,
mulai ku buka pintu kamar mandi, ku hela nafas panjang dan ku susuri 2 kamar
teman ku lalu aku masuk menutup pintu, jendela, dan korden kamar kemudian
berlanjut untuk tidur.
4 hari yang menyedihkan berlalu bersama mereka nilai ku yang
benar masih kurang memenuhi syarat
kelulusan, teman-teman satu kos ku yang senantiasa meluangkan waktunya untuk
menemaniku belajar lebih di hari-hari remidiasi ku. Papah ku juga selalu hadir
kok, di tiap jam nya menelepon hanya untuk menanyakan kabar ku, sedang apa aku
dan sudahkah akun makan atau sudah shalat dan sebagainya. Di tiap menit nya
mamah selalu saja memberi semangat dan perhatiannya untuk mengirimi ku sms. Aku
merasa tersanjung akan hal itu, berdosa sekali jika kesempatan ke 2 (remidi) ku
sia-sia kan begitu saja, aku berusaha untuk belajar lebih keras lagi.
Setelah-setelahnya aku berharap aku bertemu Papa Mama ku
dengan sambutan senyum yang indah , aku mendapatkan itu kok. Aku dapat semua
yang aku ingin, betapa beruntung nya aku namun di dalam hati ku bersorak
lantang menyeru bahwa aku adalah yang termalang di dunia ini, ohh sungguh tidak
bersyuur nya aku. Aku punya semua nya, orang tua yang selalu flexibel terhadap
semua masalahku kendalalu dan lain sebagai nya, aku punya teman-teman yang
lebih dari kodrat nya mereka sebagai teman, aku punya Nurul ‘Aini Latifah , Tri
Wijayanti, Jati Tri Susilowati, Erisa Raninditya, Melisa Pamungkasari , juga
teman-teman 1 kelas ku di ruang kelas D-III Fisioterapi Extensi yang kini ku
diami beberapa waktu dalam sehari. Mereka selalu memberi support atas apa yang
ku lalui hari-hari itu.
Masih tetap dalam posisi awal saat aku mengingat semua
kejadian manis itu, sesak sumpalan yang ada di benakku memudar bergelinding dan
hampir saja hilang. Aku sadar bahwa tidak akan ada hal yang istimewa jika tiada
Beliau Tuhan ku. Ku coba letakkan tegap foto Papa Mama ku di sampul depan buku
catatan ku. Aku merasa tenang melihat gambaran mereka dalam cetakan print si 2
dimensi ini, aku tersenyum simpul dan ku kecup gambaran ‘’sii Ganteng dan sii
manis itu’’. Sampai detik dimana aku sudah semakin kesuliatan untuk membaca
tulisan yang ada di layar laptop ku ini, semua itu begitu indah yang
menyakitkan. Inii akhir cerita ku di malam dingin sepi yang benar-benar nanar
terpampang di hadap ku kini.
Aku beranjak mengambil hand phone dan menyalakan 1,2 buah
lagu. Aku berhenti di malam ini.
‘’christina putri damayanti’’